Blueprint for Co-operative Decade

Mengapa i-Coop, Korea, begitu berhasil membangun koperasi? Perlu diketahui, kemajuan i-Coop terjadi setelah 10 tahun berdiri dan pada usia itu i-Coop menjadi anggota ICA (International Co-operative Alliance). ICA menyediakan rahasia (blueprint) membangun koperasi seperti dalam dokumen yang disebut Blueprint for Co-operative Decade. I-Coop sukses menerapkan blueprint tersebut. Akankah gerakan koperasi hasil spin-out juga akan berhasil menerapkan blueprint tersebut kelak?

Mari kita baca sejarah berdirinya i-Coop, seperti yang disampaikan Pak Robby di WAG:

“Sejarah iCoop memang panjang dan menarik. Dimulai dari ibu-ibu yang membangun koperasi konsumsi tahun 1998 (saat itu kebetulan saya juga masih menjabat direktur regional ICA utk Asia Pasifik) untuk mempromosikan makanan sehat organik, kemudian membangun pabrik olahan makanan dan obat/suplemen sehat-organik, melakukan fair trade dgn koperasi-koperasi yg memproduksi bahan-bahan makanan organik, dan akhirnya membangun rumah sehat (bukan rumah sakit) anti-kanker – mereka memiliki lebih dari  300 koperasi konsumsi tersebar di seluruh Korea yg diberi tema Life-Care, dan setelah mendirikan iCoop Institute sebagai pusat pembelajaran, akhirnya membangun kota koperasi di beberapa desa kecil terbelakang yang menghidupkan sistem pertanian di desa tersebut sambil memiliki hotel bagi mereka yg akan studi banding, pabrik dan laboratorium pusat pengolahan obat/suplemen anti kanker, rumah (sehat) sakit bagi pasien kanker, restoran, dsb. Ini konsep brilian mempertmukan konsumen dengan produsen, dan kesemuanya  dalam konteks mempromosikan makan sehat organik, sehingga bisa berkelanjutan.

Blueprint for Co-operative Decade menurut ICA disingkas seperti di bawah.

1.  PARTISIPASI (PARTICIPATION)

Partisipasi anggota yang demokratis adalah ciri paling terkenal dari cara kerja koperasi dalam berbisnis, dan merupakan bagian utama yang menjadi ciri koperasi dibandingkan dengan bisnis milik investor (PT).

Anggota individu mempunyai peran dalam koperasi yang melampaui hubungan ekonomi dasar antara pelanggan, pekerja atau produsen. Secara kolektif anggota memiliki koperasi mereka, dan melalui pengaturan demokratis mereka berpartisipasi dalam pengelolaannya. Secara individu mereka punya hak terhadap informasi, suara, dan representasi.

 Koperasi mengentaskan kemiskinan dan memberikan dampak positif kontribusi dalam pengembangan keterampilan, pendidikan dan kesetaraan gender. Tingkat keterlibatan anggota koperasi yang lebih tinggi dan pengambilan keputusan yang lebih efektif tercapai karena kekhasan struktur yang demokratis.

Tradisi partisipasi demokratis memungkinkan individu untuk mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri, juga berdampak pada partisipasi dalam komunitas dan masyarakatnya.

Koperasi adalah tempat untuk belajar bagaimana berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang demokratis, dan dengan demikian, mereka menghasilkan barang atau jasa yang melebihi nilai ekonominya. Dengan demikian, partisipasi demokratis dalam koperasi mendukung keputusan bisnis yang lebih baik dan komunitas yang lebih kuat.

Jadi, Partispasi menjadi salah satu aset yang paling bernilai dalam koperasi.

2. KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY)

Model bisnis milik investor (kapitalis) saat ini mengalami krisis ketidakberlanjutan, baik secara ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Krisis keuangan pada masa lalu telah menjadi contoh besar bahaya penilaian berdasarkan keuntungan jangka pendek. Model kapitalisme yang dominan dalam tiga dekade terakhir telah mengalami hal ini juga dibarengi dengan meningkatnya tingkat ketimpangan yang berdampak pada rendahnya tingkat ‘modal sosial’ dan kesejahteraan. Sementara itu, pengutamaan pada ‘nilai pemegang saham’  sering kali harus mengorbankan kelestarian lingkungan.

Semua krisis di atas bersumber dari sebuah model bisnis yang mengedepankan aspek finansial mendahului kebutuhan manusia. Sebagai guru Sekolah Bisnis Harvard, Michael Porter, berpendapat, masa depan adalah bisnis yang berinvestasi pada “nilai bersama”, yaitu yang benar-benar mengutamakan dampak terhadap pelanggan, lingkungan hidup, karyawan, dan masa depan.

“Keberlanjutan secara umum pengertiannya adalah kemampuan untuk mendukung, mempertahankan atau bertahan. Sejak 1980an, keberlanjutan manusia terkait dengan integrasi lingkungan hidup, ekonomi, dan dimensi sosial menuju pengelolaan global dan bertanggung jawab pada pengelolaan sumber daya.”

Koperasi selalu berupaya memungkinkan orang memiliki akses terhadap barang dan jasa tanpa eksploitasi. Ini berarti perdagangan sesuai dengan seperangkat nilai berdasarkan apa yang kita saat ini sebut sebagai keberlanjutan. Dengan menempatkan kebutuhan manusia pada kepentingan utama, koperasi responsif terhadap krisis keberlanjutan saat ini dan memberikan bentuk yang khas yaitu “nilai bersama”. Sederhananya, sebuah koperasi adalah upaya kolektif keberlanjutan. Koperasi berusaha untuk ‘mengoptimalkan’ hasil untuk berbagai semua pemangku kepentingan, tanpa berusaha untuk ‘memaksimalkan’ manfaatnya untuk satu pemangku kepentingan saja.

Koperasi harus membangun sektor ekonomi, sosial dan ketahanan lingkungan. Oleh karena itu harus menjadi salah satu dari motivasi menyeluruh dan pembenaran untuk berkembang. Ini menawarkan jawaban atas pertanyaan mengapa koperasi sangat diperlukan dan bermanfaat. Sederhananya, koperasi lebih efisien dibandingkan bisnis milik investor, dengan kisaran biaya yang lebih efesien dan manfaatnya (sekarang dan masa depan) diperhitungkan.

3.  IDENTITAS (IDENTITY)

Di dunia yang mengalami defisit representasi demokratis dan sikap jangka pendek, koperasi menunjukkan bagaimana bisnis dapat dilakukan tidak hanya secara berbeda, namun juga lebih baik – tidak hanya untuk bisnis mereka sendiri manfaatnya, tapi untuk dunia. Namun, untuk menyebarkan pesan berharga ini, harus ada kejelasan mengenai caranya koperasi harus didefinisikan dan dibedakan. Hal ini penting bagi sektor koperasi itu sendiri dalam menciptakan pengertian identitas bersama yang kuat; tetapi penting juga bahwa koperasi dapat diidentifikasi dari pesan atau “brand” yang diproyeksikan, yang membedakan bentuk dari bisnis ini.

Pasar untuk bisnis ‘sosial’ atau bisnis ‘etis’ adalah  sesuatu yang masih simpang siur. ‘CSR’ dan perusahaan ‘sosial’ adalah dua contoh bagaimana model bisnis milik pribadi telah dibayangkan ulang atau diganti mereknya, untuk tujuan tertentu selain semata-mata mengejar keuntungan. Disebut “perusahaan etis” dan perusahaan lainnya yang lebih tulus sudah menggunakan bahasa dan pesan koperasi. Bagaimana koperasi sungguh-sungguh dapat membedakan diri sendiri dalam konteks ini? Bagaimana mereka menebak-nebak dan melampaui milik investor korporasi?

Sebuah keuntungan besar yang dimiliki koperasi adalah memiliki Prinsip Koperasi. Koperasi tidak begitu saja muncul berbeda, berkat beberapa gambaran perubahan – pada dasarnya berbeda. Ketaatan koperasi pada nilai partisipasi dan keberlanjutan tidak begitu saja diabaikan beralih ke model bisnis konvensional, tapi distrukturkan bagaimana mereka dimiliki, diatur, dikelola dan dievaluasi. Dengan konsumen semakin sinis terhadap etika ‘green-washing’ terhadap brand corporate, koperasi memiliki keaslian yang tidak ada model bisnis etis lainnya yang cocok.

Mereka yang terlibat dalam sektor koperasi mungkin berpendapat bahwa tidak ada pertanyaan tentang apa yang merupakan koperasi, dengan menunjuk pada Pernyataan ICA tentang Identitas Koperasi sebagai jawaban. Namun, sejauh mana Prinsip Koperasi diterapkan atau tidak sangat bervariasi dari satu yurisdiksi dan sistem legal ke sistem lainnya. Jadi ada banyak yang memilih Prinsip Koperasi tetapi tidak menawarkan penjelasan yang memadai atau kejelasan definisi. Ini termasuk regulator dan pengambil kebijakan, sejumlah orang yang sedang mencari petunjuk bagaimana membedakan koperasi yang ‘asli’ dari koperasi yang ‘tidak asli’, dan khawatir akan hal itu peraturan koperasi menjadi ‘dipermainkan’ sebagai sarana mencari keuntungan pasar dan menghindari transparansi atau kompetisi.

Ini termasuk masyarakat luas yang berpotensi menjadi anggota dan orang-orang muda, yang mungkin tertarik pada sektor yang beretika dan partisipatif, tapi pesannya terkadang muncul tidak jelas di masyarakat, dan menggunakan bahasa yang tidak selalu beresonansi. Sebuah sektor yang pada dasarnya adalah sumber daya terbuka mengganggu pasar, dan tidak bergantung pada pendirian perlu belajar mengkomunikasikan secara memadai atas seluk beluk koperasi kepada orang-orang yang mungkin merasakan secara naluriah tertarik padanya.

4.  KERANGKA HUKUM (LEGAL FRAMEWORK)

Pastikan hukum mendukung kerangka kerja pertumbuhan koperasi.

Jika suatu argumen dapat dibuat secara meyakinkan mengapa koperasi lebih baik untuk kepentingan jangka panjang dunia, dan jika masyarakat lebih memahami apa itu koperasi, maka hal tersebut akan menjadi momentum pertumbuhan. Hal itu dapat terjadi manakala hambatan-hambatan yang ada terhadap pertumbuhan dihilangkan. Salah satu aspeknya adalah proses yang dilakukan koperasi dimulai dalam yurisdiksi yang berbeda, dan proses ini umumnya merupakan bagian hukum nasional.

Tapi lebih dari itu. Pandangan bahwa koperasi adalah bentuk usaha marjinal adalah tidak jarang. Sering ada kegagalan untuk memahami secara tepat cara kerja koperasi atau manfaat yang koperasi berikan (diperburuk oleh kurangnya pendidikan dan pelatihan koperasi yang diberikan kepada mereka yang memasuki dunia bisnis itu). Faktor-faktor itu berkontribusi pada keuangan, hukum dan legal pada dasarnya dirancang untuk sebagian besar bisnis yang berorientasi pada keuntungan, bisnis milik pemegang saham, tapi tidak pantas untuk koperasi dalam hal-hal tertentu. Hanya sedikit negara yang memiliki peraturan perundang-undangan yang bagus tentang koperasi.

Adalah penting bagi koperasi untuk melawan kecenderungan apa pun untuk meniru perusahaan milik investor dalam operasional, manajemen dan praktik tata kelola yang tidak mencerminkan kekhasan koperasi. Ini seringkali menjadi pilihan yang lebih mudah ketika beroperasi di dalam infrastruktur yang dirancang untuk bisnis milik investor, tapi kecuali koperasi menolak dan berjuang untuk mendapatkan pengakuan yang pantas dan jangan sampai muncul risiko hilang kekhasan koperasi dan keuntungan komersial melalui perilaku isomorfik. Manajer perlu didukung dan didorong dalam hal ini.

Aspek penting dari mendukung kerangka hukum memastikan bahwa  peraturan perundang-undangan koperasi mendasari dan melindungi identitas koperasi. Setiap yurisdiksi perlu dibingkai perundang-undangannya sedemikian rupa sehingga prinsip koperasi dalam konteks lokal secara tepat mencerminkan identitas khas koperasi.

5.  PERMODALAN (CAPITAL)

“Koperasi membutuhkan modal yang konstruktif secara sosial, bukan destruktif, dan lebih bersifat menstabilkan. Kita membutuhkan modal yang terkendali, dibatasi dan dikendalikan serta diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan keserakahan manusia. Modal koperasi bersifat konstruktif, stabil dan terkendali. Dunia membutuhkan lebih banyak modal koperasi dan cara-cara untuk mengalihkan tabungan dari investor menjadi modal koperasi,” dikutip dalam buku Webb and others (2010) Co-operative Capital: What is and why Our World Needs it.

Dapatkan modal koperasi yang memadai dan mintalah anggota terlibat mengawasinya. Bisnis tidak dapat berfungsi tanpa modal, termasuk koperasi. Modal koperasi pada umumnya berasal dari anggota melalui pembagian modal, atau laba ditahan (cadangan). Berdasarkan definisinya, laba ditahan membutuhkan waktu untuk terbentuk, dan jelas tidak tersedia saat start-up. Secara historis, koperasi didanai oleh uang tunai yang disetorkan oleh para anggota. Mereka menyimpan tabungannya di koperasi dan dapat menariknya jika diperlukan.

Modal saham, yang tidak dapat ditarik selama seseorang masih menjadi anggota koperasi, tidak lagi memadai untuk memenuhi kebutuhan modal koperasi. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk memobilisasi modal dari anggota secara konstruktif. Hal ini bisa terjadi kalau Partisipasi para anggota tinggi. Partisipasi yang tinggi menjadi pertanda bahwa para anggota memiliki literasi yang bagus dalam berkoperasi. Saya melihat itu terjadi di i-Coop. Setiap anggota koperasi berpartisipasi $10 per bulan guna mendukung inisiatif-inisiatif (Project) yang sudah disetujui bersama.

Karena Partisipasi anggota yang tinggi, i-Coop mampu membangun beberapa kota koperasi di pedesaan terpencil di Korea. Kota-kota Koperasi ini menghidupkan ekonomi lokal yang sebelumnya masih terbelakang. Bahkan menurut penuturan para nara sumber di sana, keberadaan kota koperasi akibat wilayah itu kurang diperhatikan oleh pemerintah. Koperasi hadir di sana. Bagaimana dengan kita?

Ayo… kita praktekkan Blueprint ini. Semoga suatu hari Koperasi kita bisa sebaik dan sekuat i-Coop, Korea, koperasi dimana kita pernah belajar.

13/2/2024

Munaldus