CU dan Keprihatinan

Saat saya menulis artikel ini, saya sedang di kota Banjar Masin, Kalimantan Selatan. Manager Puskopdit Kalsel, pak Boni, yang juga alumni SDP (Supervisor Development Program) angkatan ke-7, mengundang saya untuk memberikan Trainer Of Training Strategic Planning (TOT SP) CU selama 4 hari. Hadir 17 orang utusan 5 CU primer. Saya senang, seorang alumni SDP telah memikirkan dengan serius masa depan gerakan CU di sana.

Anda mungkin tahu, gerakan CU di Kalsel adalah yang paling tertinggal dibandingkan dengan tiga Provinsi lain di Kalimantan. Saya tidak membicarakan Provinsi Kaltara, karena ini Provinsi baru.  Kalbar memiliki 3 CU dengan aset di atas Rp 1 T, Kalteng dan Kaltim punya masing-masing satu CU. Tinggal CU-CU di Kalsel yang harus mengejar dan memecahkan telur, kapan ada CU di sana yang punya aset Rp 1 T?

Saya meminta peserta menceritakan sekilas sejarah CU-CU di sana. Ternyata semua berdiri pada tahun 2001. Diprakarsai oleh pihak PSE Keuskupan Banjar Masin. Mereka menyebutkan nama-nama Pastor yang mengumpulkan umat dan meminta umat berinisiatif mendirikan CU. Ada di kota Banjar Masin, ada di Banjar Baru, ada di Batu Licin dan ada di Kota Baru. Dua tempat yang terakhir jauh dari kota Banjar Masin, dengan sekitar 8 jam perjalanan. Bahkan untuk sampai di kota Banjar masin, peserta dari kota baru harus menyeberang laut selama satu jam. Salah satu Pastor yang mereka sebut adalah Pastor Subiyanto, yang saya kenal, karena pernah mengundang saya dan pak Mecer membantunya mengembangkan CU di Kalsel pada masa itu. 21 tahun kemudian, saya menginjakkan kaki lagi di kota Banjar Masin untuk tugas yang sama, mengembangkan CU.

Selama 4 hari saya membantu peserta menyusun rencana strategis dengan Visi: “Memiliki 100.000 anggota dan aset Rp 1 T.” Ini rumusan visi kuantitatif seperti yang dicontohkan dalam buku Good to Great yang ditulis oleh Jims Collins dan Porras. Mudah-mudahan 10 tahun ke depan, benar-benar ada CU yang berhasil mencapai visi itu. Setelah dilakukan analisis SWOT, ada secercah cahaya dan optimisme bahwa visi itu layak dicapai. Tetapi semua itu tergantung pada kualitas SDM terutama kualitas kepemimpinan Pengurus dan Manager. Memang tidak mudah, mengingat komposisi penduduk dari segi suku berbeda sekali dengan apa yang ada di Kalbar, Kalteng dan Kaltim.

Saya bilang CU lahir karena ada keprihatinan. Lalu mencari solusi untuk menyelesaikan keprihatinan itu. CU lahir pertama kali di Jerman, juga begitu bukan?  

Karakteristik CU yang tumbuh dan berkelanjutan sudah ditemukan. Jadi kita tinggal ikut standar itu, yaitu:

  1. Produk simpanan dan pinjaman sesuai kebutuhan anggota dan dikemas dengan baik.
  2. Strategi reposisi sebagai penasihat manajemen kekayaan yang terpercaya.
  3. Selalu dekat di hati anggota melalui program Manajemen hubungan dengan anggota.
  4. Penetapan target segmen pasar yang tepat.
  5. Mampu menjangkau jauh pada target pasar kelas menengah ke bawah.
  6. Melaksanakan standarisasi monitoring credit union menggunakan PEARLS.
  7. Semua Pengurus harus lulus CUDCC dan Pengawas harus lulus CUASCC.
  8. Kenyaman dalam layanan dan konektivitas yang bagus.
  9. Brand yang kuat.

Nah, ada 6 CU di bawah Puskhat yang akan digenjot agar mencapai aset Rp 1 T. 5 CU harus mampu dicapai pada tahun 2027 dan satu CU lagi diharapkan menyusul beberapa tahun kemudian.

Puskopdit harus kuat dengan program-program trainingnya. Pendamping, supervisi dan audit dari Puskopdit juga tidak boleh diabaikan. Untuk itu harus didukung dengan berbagai sumber daya, khususnya uang, dari CU primer.

Ini sebuah perjalanan yang sangat menantang, juga panjang. Kata pepatah: “Jika ingin berjalan cepat, berjalanlah sendiri. Tapi kalau mau berjalan jauh, berjalanlah bersama-sama.”

Hotel 88, Banjar Masin, 17 Oktober 2023

Munaldus