Tujuh CU anggota Pusat Koperasi Kredit Khatulistiwa (Puskhat) Pontianak yang telah mengimplementasikan spin-off menemukan 4 Fase Spin-Off CU. Keempat fase ini harus dijalankan dengan sungguh-sungguh agar prinsip member-based dapat diterapkan dan peran CU yang mengimplementasikan spin-off menjadi sangat penting. Apabila CU lemah maka seluruh gerakan spin-off yang sudah dijalankan dapat bubar. Mengapa bisa begitu? Karena pada awal implementasi spin-off hampir semua sumber daya (manusia, fasilitas, lahan, uang, dan lain sebagainya) bersumber dari CU.
Tujuan utama spin-off adalah untuk menyediakan layanan non-keuangan bagi para anggota, khususnya para anggota CU yang sudah menjadi wirausaha. Ketika para anggota sudah berdaya secara keuangan, maka kredit yang disalurkan adalah untuk usaha produktif yang akan melahirkan para usahawan sosial (social entrepreneurs). Dan kelak para wirausahaan sosial inilah yang akan menciptakan lapangan kerja yang sangat diperlukan oleh kaum muda angkatan kerja. Nah, sekali lagi, mereka inilah yang membutuhkan layanan non-keuangan.
Fase-Fase dalam Spin-Off CU adalah sebagai berikut:
Fase 1 : Fase Dalam Kandungan CU
Pada fase ini layanan non-keuangan bagi anggota dalam bentuk program. Misalnya pada Pra RAT atau RAT ada anggota yang mengusulkan agar CU menyediakan pupuk subsidi untuk tanaman sawit (seperti pengalaman di CU. Keling Kumang sepuluh tahun silam). Pada awalnya CU menolak merespon permintaan anggota ini lantaran merasa bukan ranah CU menyediakan layanan seperti itu. Atau, juga dari pengalaman di CUKK, ada anggota yang meminta disediakan bibit kakao dan kopi. Karena permintaan berulang-ulang hampir saban Pra RAT dan RAT, maka CU tidak kuasa juga menolak. Lahirlah Program Pengadaan Pupuk, Pengadaan Bibit Kakao, dan Pengadaan Bibit Kopi. Rapat Anggota setuju. CU mengalokasikan sejumlah dana untuk mengeksekusinya.
Program ini harus terpisah dari program reguler layanan keuangan. CEO CU menunjuk satu orang sebagai Manager Program (biasanya direkrut dari para staf CU yang berminat dan berniat baik) yang diberi kewenangan penuh mengelola ini. Dengan dana yang tersedia, bisa bersifat multi years, Manager Program akan merekrut tenaga kerja, umumnya tenaga kerja lepas (bukan dari staf CU). Semua pembiayaan diambil dari dana program. Rencana bisnis dibuat dan target-target ditetapkan. Kesepakatan di Rapat Anggota bahwa suatu saat apabila Program sudah berjalan lancar dan profit dalam 3 sampai 5 tahun, maka Program akan berubah menjadi Koperasi (Koperasi Sektor Riil), sering disingkat KSR. Para anggota yang memanfaatkan layanan ini dikelola dengan baik dan dipersiapkan untuk menjadi anggota KSR yang kelak akan dibentuk. Skema spin-off nya menjadi begini:
Fase 2 : Program Berubah Menjadi KSR
Ketika Program-Program seperti pada Fase 1 di atas sudah tumbuh, maka CU tidak boleh mempertahankan status quo (terus berada dalam kandungan CU). Mengapa? Karena kalau program-program itu tetap dalam kandungan CU, maka yang terjadi bukanlah spin-off tapi menjadi spin-in (menggunakan istilah Bapak Robby Tulus terhadap CU yang mengembangkan CU seperti Koperasi Serba Usaha). Jadi masa dalam kandungan CU harus dibatasi. Selanjutnya, dari program harus lahir Koperasi Sektor Riil. Secara bertahap lahir satu KSR dulu, jangan lahir beberapa KSR sekaligus. Misalnya, Program Pengadaan Pupuk dan Peralatan Pertanian sudah berjalan bagus dan sekarang berubah menjadi KSR A (Koperasi Pertanian). Skema spin-off seperti di bawah. Kita lihat CU masih sebagai induk dan KSR sebagai anak usaha yang berbadan hukum sendiri.
Fase 3 : Satu CU dan Dua KSR membentuk Federasi Sekunder Hori
Sekarang Program Budidaya kakao juga sudah berjalan bagus, maka sesuai kesepakatan, Program ini harus menjadi Koperasi kakao (katakan KSR B). Karena sudah terbentuk 2 KSR, maka pada Fase 3 ini, satu CU dan 2 KSR sebaiknya membentuk Koperasi Sekunder Horisontal (para anggota koperasi sekunder ini dari berbagai jenis koperasi seperti CU dan KSR). Skema spin-off menjadi begini:
Fase 4 : Federasi Sekunder Horisontal Berubah Menjadi Holding
Nah, kelak spin-off CU mungkin akan semakin besar menjadi gerakan spin-off. Maka gerakan spin-off ini akan terbagi menjadi dua kelompok besar, yakni spin-off ke sektor bisnis dan spin-off ke sektor sosial. Alur spin-off ke sektor bisnis berupa badan hukum koperasi dan PT dan alur spin-off ke sektor sosial berupa badan hukum Yayasan dan Perkumpulan. Jika ada kebutuhan untuk mendirikan PT, Yayasan dan Perkumpulan, mengapa tidak dilakukan. Sebagai contoh, ketika Keling Kumang Group mau menangkap peluang menjadi distributor produk Unilever, maka pihak perusahaan Unilever meminta badan hukum yang digunakan adalah PT, bukan koperasi. Maka kami mendirikan sebuah PT khusus untuk menjadi Distributor Unilever.
Contoh lain, pada 2007 CUKK, atas usulan para anggota, meminta agar CUKK memperhatikan kualitas pendidikan anak-anak para anggota CU. CUKK meluncurkan satu program “Satu Keluarga Minimal Satu Sarjana.” Mereka meminta CUKK menyediakan beasiswa buat anak-anak anggota, mendirikan sekolah dan Perguruan Tinggi. Pada saat itu Pengurus merasa usulan itu menjadi tantangan yang luar biasa berat. Akhirnya kami mendirikan Yayasan Keling Kumang. Yayasan ini kemudian menjadi Yayasan Pendidikan Keling Kumang. Akhirnya pada 2015, tujuh tahun setelah Program Satu Keluarga Minimal Satu Sarja diluncurkan, berdirilah SMK Keling Kumang. Saat ini jumlah siswa sebanyak 1.024 orang. Satu tantangan bisa direalisasikan. Masih ada satu lagi tuntutan anggota yaitu mendirikan perguruan tinggi. Singkat cerita setelah melewati berbagai kesulitan, pada 2020 Institut Keling Kumang (ITKK) berdiri di Sekadau dan para Februari 2021, ITKK mulai menerima calon mahasiswa untuk perkuliahan 2021. Begitulah ceritanya spin-off CU menjadi holding.
Sekarang skema spin-off nya menjadi begini:
Holding koperasi ini bisa diberi nama sesuai keinginan, misalnya bisa diberi nama Group, kami menggunakan nama Grup Keling Kumang atau Keling Kumang Group (KKG). Saran saya setiap CU yang ingin melakukan spin-off ikuti alur fase-fase seperti di atas dan lakukan secara bertahap. Mengapa? Seperti yang dikatakan oleh Jim Collins dalam bukunya Good To Great, ketika ingin melakukan sesuatu dalam bisnis maka mula-mula adalah “who” atau “Siapa” kemudian baru “what” atau “apa.” Yang paling sulit adalah mencari “siapa”. Siapa yang tertarik dan pas mengerjakannya. Pengalaman selama ini, kesulitan terbesar mengimplementasikan spin-off CU adalah soal “siapa” atau “who.” Jadi siapkan dulu sumber daya manusianya baru kerjakan “apa” nya.***
Penulis : Munaldus – penasehat Puskhat, Penasehat CUKK, Ketua Inkur, dan penggiat gerakan spin-off CU.