Harga TBS jatuh hari ini, mendekati harga awal tahun 2019. Tidak menutup biaya pemeliharaan, pemupukan, dan panen sawit. Petani sempat bergembira ria ketika harga TBS mencapai Rp 3.800,- per kg menjelang pertengahan tahun ini. Habis itu tamat.
Awalnya gegara minyak goreng hilang dari pasar. Entah kemana? Mungkin karena permainan para spekulan. Seperti kita tahu mayoritas minyak goreng dari CPO. CPO diekspor ke luar negeri. Permintaan CPO meningkat. Itu sebabnya harga TBS terus menanjak. Tapi mengapa minyak goreng langka?
Pemerintah mematok HET minyak goreng curah Rp 14rb per kg. Tapi pengusaha minyak goreng bilang, harga itu tidak masuk. Hilanglah si minyak goreng. Masyarakat ribut. Saya sih tidak, karena tidak mengkonsumsi minyak sawit. Saya menggunakan minyak kelapa, merek Barco. Sayangnya waktu itu, Barcopun ikut-ikutan hilang.
Untuk mengatasi krisis minyak goreng, pemerintah menyetop ekspor CPO terutama untuk bahan dasar minyak goreng. Jadilah harga TBS per kg terjun bebas dari Rp 3.800,- menjadi Rp 1.200,- di pengumpul, RAM. Umumnya petani menjual TBS ke RAM yang berjamuran dimana-mana. Hari ini harga sawit di beberapa tempat sampai menembus Rp 600,- kg.
Pelajaran apa yang dapat diambil oleh kita gerakan CU? Khususnya Dep. SPM yang bertanggungjawab melakukan pemberdayaan anggota. Sejak krisis harga TBS sampai awal 2019, gerakan CU telah mengambil inisiatif untuk mengembangkan komoditi alternatif selain karet dan sawit. Harga komoditi seperti karet dan sawit yang tergantung pada pasar luar negeri memang bisa jatuh kapan saja, pasti karena banyak faktor.
Inisiatif Puskhat membuat grand desain pemberdayaan anggota petani tidak salah. Kita telah memetakan komoditi alternatif yang paling prospek untuk dikembangkan anggota. Komoditi itu adalah jagung hibrida untuk pakan ayam. Sekalipun kita baru mulai, kelak diharapkan komoditi jagung dapat menjadi komoditi unggulan. Harganya juga stabil karena untuk memenuhi kebutuhan lokal – untuk ekonomi domestik.
Saya mendorong semua Dep. SPM CU sekarang harus lebih fokus dan bergerak gesit memperluas lahan kebun jagung ini. Memfasilitasi anggota untuk berkebun jagung hibrida. Konsep pemberdayaan anggota pada usaha jagung pipil ini seperti ini: Dep. SPM CU bekerja di hulu, yaitu mendorong, mendampingi dan memperluas kebun-kebun jagung hibrida milik anggota. Tugas yang lain adalah memfasilitasi dan memberikan pendampingan inisiatif peternak ayam petelor. Harga telur ayam juga bagus hari ini.
Hasil panen jagung dijual ke KSR hasil spin-off CU anda. Jadi. KSR bekerja di tengah sebagai pengumpul, ibarat RAM dalam tata niaga TBS. KSR mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi, yaitu pakan ayam. KSR juga dapat merangkap bekerja di hilir yaitu memasarkan pakan hasil olahan ke pasar, khususnya ke para peternak ayam petelor. Jadi, itulah yang kita kerjakan sekarang, baik di hulu, tengah, dan hilir. Sepuluh tahun ke depan kita lihat apa yang terjadi. Andaikan PPS CU komit, konsisten, dan masif menjalankan inisiatif ini, hasilnya tak akan mengecewakan. Dan anggota pasti loyal kepada CU anda.***
Munaldus
Penasehat Founder Puskhat