Sanggup Begadai Nyawa

Bro… anda kan datang dari kaum akar rumput yang masih ori? Dah… ngapa kau ganggu aku lagi? Sudah beberapa kali kau ganggu aku, bahkan sudah aku tulis dan disebar di medsos semua yang mengganggu pikiranmu. Kalau begitu kita harus berkenalan, kau siapa? Aku lahir bersamamu, kita dalam kandungan juga sama-sama. Sejak saat itu kita selalu bersama-sama sampai kini. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Tapi kadang-kadang kita tidak sejalan. Aku selalu mengawasimu kalau kamu tersesat. Aku hidup di dunia batin bro… kamu hidup di dunia fisik. Baiklah kalau begitu… Aku Liu dan kau Ban, bagaimana?

Bro Liu…. begini ya, beberapa tahun lalu, ada kunjungan aktivis pekerja sosial dari Bangladesh ke kampungmu, masih ingat? Kantor CU mu yang megah sudah ada waktu itu.  Aku tidak ikut pertemuan Bro Ban, tapi aku tahu sedikit isi pembicaraan mereka. Cerita apa yang sampai di telinga bro Liu? Kata mereka yang hadir, pekerja sosial itu mengatakan kondisi kemiskinan di Bangladesh beda dengan kondisi kemiskinan di kampung kita. Bro Liu… bedanya dimana?  Kaum miskin di kampung kita sebenarnya tidak miskin karena masih punya tanah, apa lagi kampung kita terbebas dari exspansi perkebunan kelapa sawit. Sumber daya untuk naik kelas secara ekonomi terbentang luas. Lantas bagaimana di Bangladesh bro Liu? Kata mereka sih… orang miskin di Bangladesh benar-benar miskin, tidak punya tanah. Oh ya bro Liu, jadi orang di kampung kita beruntung, bisa kaya kapan saja, asal rajin, tekun, dan jadi petarung. Hanya para petarung yang berhasil mendapatkan apa yang mereka impikan selama hidup di dunia, bukankah begitu?

Bro Liu, kog saya dengar lagu merdu di laptop. Lagu apa itu? Bro Ban …saya buka-buka youtube dan menemukan lagu suku kita, Iban. Apa judulnya bro Liu…? Bisa dikeraskan sedikit speakernya? Oh… ingin tahu ya? Bro Ban… ini lagu Iban berjudul Sanggup Begadai Nyawa. Jadi bro Liu kalau menulis perlu lagu-lagu yang sendu sendu ya…? Betul bro ban… imajinasi ku bisa terbang jauh… sampai di kampus kesayangku di negeri paman Sam sana, Ohio State University. Jadi… bro Liu belum move on ya? Kan sudah lebih dari 20 tahun berlalu, apa yang diingat Bro Liu sehingga sulit move on. Ada deh… ! Aku belajar bahasa Inggris sembilan bulan di Departemen Linguistik. Kawan seangkatan ku hanya 3 bulan, bahkan ada yang tidak perlu lagi. Sebenarnya karena gratis sih… jadi aku jadi orang begok agar dapat yang sembilan bulan.

Mau tahu bro Ban? Jelas dong! Aku setengah dimarah oleh dosenku, Mr. Jack, karena tidak bisa menulis. Satu paragraf aku selesaikan tiga bulan belum klar juga. Tak ada orang sebegok aku kan bro Ban? Tapi aku bukan pecundang bro Ban… aku sanggup begadai nyawa seperti lagu ini. Sekarang aku menjadi penulis hebat yang pernah diomel Mr. Jack, dosen bahasaku di sana. Bro Ban… Novel pun bisa kutulis dan diterbitkan oleh penerbit nasional yang bergengsi. Hebat kau bro Liu. Pantaslah kau juga berhasil memberdayakan masyarakat. Jangan banyak muji-muji bro Ban…. kata orang celakalah orang yang dipuji. Kita kembali ke topik awal ya. Okey…. tapi bro Liu harus berterima kasih kepada Nohkan Nayan Production dan Meryanti yang menyanyikan lagu itu. Ya aku sudah subscribe, bro Ban.

Bro Liu… anda beruntung punya Sutarman pemilik Star Man Production dan Endi Dacosta pemilik Nohkan Nayan Production. Mereka benar-benar petarung. Karena mereka lagu lagu Iban membahana di angkasa raya, juga di angkasa youtube. Kami bangga bro Ban. Bagaimana dengan anda?

Bro Liu jangan cepat-cepat kembali ke topik awal. Aku mau tanya… emangnya bro Liu pernah ke Bangladesh? Tahun 2008 saya ke Bangladesh bro ban. Ada acara CU di sana. Apa yang bro Liu lihat di sana? Kotanya semraut bro ban. Ketika keluar dari Bandara Bangladesh kami dijemput dengan van, bis mini. Pemandu kami langsung beri briefing. Apa kata orang itu bro Liu? Eh… bro Ban kan ikut juga waktu itu. Sssst… jangan bicara kuat-kuat. Aku banyakkan tidur. Pemandu itu memohon tirai jendela dan pintu mobil ditutup dan jangan sekali beri uang untuk orang yang minta-minta. Nanti van ini akan tersandra, anda beri uang kepada satu orang, yang lain minta semua. Sebelum anda kasi mereka semua uang, van ini tidak bisa jalan. Apakah itu kenyataan bro Liu? Ya…. setelah satu kilometer meninggalkan bandara, kami berhenti di lampu merah. Lebih dari 10 orang pengemis mengelilingi van kami. Untung sudah ada briefing sebelumnya. Kami tutup tirai dan mereka hanya bisa melihat bayang-bayang kami, penumpang. Oh ya… bagaimana kondisi kota Dhaka bro Liu? Semraut bro ban… bunyi klakson mobil, bis, memekakkan telinga. Di persimpangan jalan, sopir-sopir mobil seperti tidak mau mengalah. Polisi bawa rotan, mungkin tongkat kayu, main pukul. Mobil-mobil kecil semua ada pengaman di belakang. Mungkin karena sering berantam di jalan. Aku berjalan-jalan sore di pusat kota, orang-orang yang sekarat dibiarkan dibaringkan di pinggir jalan atau trotoar dengan alas karpet. Ku kira mereka besoknya akan mati. Pokoknya itu jadi pemandangan aneh lah bro Ban. Tidak ada pemandangan seperti itu di negeri kita.

Lalu apa kesan bro Liu sepulang dari sana? Bangladesh relatif baru merdeka, di Asia Selatan, dan masih tergolong negara miskin. Jadi banyak sekali lembaga donor ikut membangun Bangladesh. Lembaga keuangan mikronya menjadi raksasa seperti ASA, Grameen Bank, dan Brac. Gerakan CU juga besar. Ketika aku ikut berkunjung ke ASA (Association for Social Advancement), kami bertemu di lantai 4 di gedung ASA berlantai 20, kampus universitas mereka. Aku lihat mahasiswa yang kuliah berlalu lalang. Nah… sebagai orang kampus, aku suka kepo. Kog… negara miskin, tapi akar rumput yang dimotori gerakan microfinance bisa menjadi powerhouse dan memiliki universitas sendiri. Bukankah bro Ban… mereka mengutamakan pembangunan manusia. Kan di tangan manusia yang hebat negara mereka bisa lebih cepat maju. Benar itu bro Liu…. Itu sebabnya Keling Kumang Group yang bro Liu inisiasi membangun perguruan tinggi juga? Ya bro Ban… dari situlah story nya. Apa nama perguruan tinggi yang didirikan KKG bro Liu. Institut Teknologi Keling Kumang. Semoga ITKK, begitukan singkatannya? Ya bro Ban. Semoga maju kelak bro Liu.

Bagaimana perkembangan Bangladesh sekarang bro Liu? Aku cari-cari di youtube, sudah sangat maju dibandingkan 12 tahun lalu bro Ban, ketika aku kesana. Mungkin karena mengutamakan kualitas SDM bagi rakyatnya ya bro Ban? Ya… ya lah…

Bro Liu…. apa ocehan kita selanjutnya? Bro Ban…. aku melihat dua hal di akar rumput yang paradoks. Apa itu? Sistem ekonomi dengan mengandalkan kebun monokultur dan sistem kebun serba ada. Bro Liu suka yang mana? Endah tau lah…. Tapi yang jelas kebun monokultur berdampak pada deforestrasi, seperti kebun sawit dan karet unggul, sedangkan kebun serba ada juga disebut kebun tumpang sari bisa menjaga kelestarian lingkungan. Jadi kita utamakan yang mana untuk bangun kaum akar rumput bro Liu? Kebun serba ada, itu warisan nenek moyang kita bro Ban. Di kebun karet alam ada banyak tanaman lain ikut dibiarkan tumbuh. Ada bambu yang menghasilkan rebung, ada kayu dibiarkan besar yang kelak dijadikan ramu untuk rumah. Bermacam tanaman buah-buahan tumbuh di kebun atau di sisi rumah. Nenek moyang kita melestarikan kebun serba ada bak toko serba ada. Itulah fondasi dari sistem ekonomi subsisten bro Ban. Apa itu sistem ekonomi subsisten bro Liu? Bisa dijelaskan sedikit. Ah gampanglah… Pada sistem ekonomi subsisten, semua produksi untuk keperluan sendiri dan berbagi kepada keluarga dan tetangga tanpa sistem jual beli. Yang tidak punya diberi, yang punya memberi. Tidak dimaksudkan untuk dijual. Sistem ekonomi subsisten membuat kaum akar rumput hidup rukun dan saling berbagi. Kalau sistem ekonomi pasar beda ya bro Liu? Ya, sebaliknya bro Ban, semua diukur dengan uang. Tapi itu bukankah suatu kemajuan bro Liu? Ya juga lah…. zaman berubah, semua berubah.

Terus apa yang bro Liu lakukan untuk kaum akar rumput? Aku ingin mengembangkan sistem ekonomi dengan mengembangkan kebun serba ada seperti toko serba ada. Konsepnya bagaimana bro Liu? Dalam satu kawasan, misalnya lahan dengan luas satu hektar ditanami aneka jenis tanaman mulai dari tanaman sayur-sayuran yang bisa dipanen secara harian, mingguan, dan bulanan. Ada demplot untuk sayur-sayuran. Tujuh bedeng dibuat, bedeng pertama tanam kangkung, bedeng kedua tanam sawi, bedeng ketiga tanam bayam, bedeng keempat tanam mentimun, bedeng ke lima tanam terong, bedeng ke enam tanam bawang, dan bedeng ketujuh tanam peringgi. Demplot lain untuk tanaman jagung, pisang, coklat, kopi, kelapa, durian musang king, kopi, lengkeng, dll. Kalau lahan tidak luas, cukup tanam 5-10 pohon per jenis tanaman jangka panjang. Mantap itu ide bro Liu. Tiap hari kita bisa masak sayur dari bedengan yang kita suka kan? Betul bro Ban. Di dalam kawasan itu ada kolam ikan pelihara ikan mas, nila, bawal misalnya. Pelihara ayam kampung juga, ayam putih, dan peliharaan lain untuk konsumsi sendiri.  Ketika mau masak sayur pergi saja ke kebun, ingin lauk pergi ke kolam ikan atau ambil satu dua ekor ayam kampung. Ah… bahagianya kalau begitu bro Liu.

Aku ada ide bro Liu…  Apa itu bro Ban? Mengapa lahan yang sudah super produktif tidak dijadikan kawasan Agro wisata? Pengunjung datang ke situ bisa beli hasil kebun yang mereka suka. Apa lagi kalau sayur-sayuran bebas dari pupuk kimia, keren bro Liu. Kau cerdas bro Ban, siap dilaksanakan. Bukan itu saja bro Liu, pemilik kebun serba ada bisa gajian tiap hari dengan menjual aneka produksi kebun serba ada kelebihan yang untuk konsumsi sendiri.

Benar benar bro ban. Ciri-ciri kita kaya ya, kalau pemasukan lebih sering dan lebih besar dari pengeluaran.  Apa karyawan bisa kaya bro Liu? Tidak bro Ban. Kog bisa bro Liu? Gaji karyawan bersifat linier, tapi pengeluaran bersifat eksponensial. Apa lagi inflasi selalu naik tiap tahun. Predator gaji adalah pengeluaran dan inflasi tadi. Solusinya bagaimana bro Liu? Kaum akar rumput harus mengembangkan kebun serba ada, tapi dengan produksi yang dikendalikan, produksi dari satu komoditi tidak banyak, tapi variannya yang banyak. Ibarat kita buka toko kelontong, barang yang disetok sesuai permintaan. Banyak nyetok, banyak juga yang expired. Ujung-ujungnya bangkrut.

Terus bro Liu termasuk kelompok NATO bukan? Apa itu NATO bro ban? No action, talk only. Ah tidak. Sejak mulai pandemi covid 19, aku terus di kebun serba ada ku. Dua hektar sudah penuh dengan tanaman dengan konsep kebun serba ada. Kebun serba adaku diharapkan menjadi contoh dan kaum akar rumput bisa belajar di situ. Begitu ya bro Liu, hebat…***

Liu Ban Fo

  • 2/3/2021
  • Catatan, barusan Suroto meminta saya menulis satu tulisan per minggu. Saran gratis dan berharga, just do it.