Sekilas Cerita

Sahabat saya, Bapak Resmigono, yang sekaligus pejabat di Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Kalimantan Barat melalui pesan singkat WA pada 15 Nopember 2020 memohon kepada saya agar menulis buku tentang koperasi sektor riil. Kata beliau dalam pesan singkat tersebut “ke depan dinas koperasi lebih fokus ke UMKM dan koperasi sektor riil.”

Menggambarkan gerakan koperasi sektor riil yang kami bangun tidak dapat dipisahkan dari ide spin-off CU yang dimulai pada 2012. Hari ini, usia spin-off CU masuk tahun ke sembilan, sudah hampir mencapai satu dekade. Apa yang sudah dicapai oleh spin-off ini? Belum banyak.

Namun, pijakan gerakan spin-off semakin kuat dengan berdirinya federasi nasional koperasi sektor riil yang diberi nama Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR). Tahun 2020, berkat negosiasi Bpk Robby Tulus, INKUR menjadi anggota International Cooperative Alliance (ICA), suatu prestasi besar. Bersama jaringan ICA, peluang terbuka luas menjadikan gerakan spin-off CU menjadi konglomerasi koperasi.

Harapan saya, pada usia INKUR yang ke-40, usia sebuah perjalanan pembebasan, INKUR berdiri tegak secara mengagumkan dengan CU-CU yang mampu membentuk holding koperasi sejajar dengan konglomerasi koperasi Mondragon di Spanyol, NACF (National Agriculture Cooperative Federation) di Korea Selatan, Desjardins Group di Canada, Sanasa, dan lain-lain.

Kepada Pak Resmigono saya kisahkan sedikit cerita ketika 2010 saya mengikuti ACCU Forum di Korea Selatan. Setelah menyelesaikan Pre Forum selama tiga hari di NACUFOK (National Credit Union Federation of Korea) Training Center di kota Daejon (sekitar 3 jam dengan bis melewati jalan bebas hambatan dari Seoul), usai Pre Forum di Daejon kami pindah ke kota Seoul untuk mengikuti ACCU Forum 2010. Begitu tiba di Seoul, kami cari toko untuk belanja berbagai keperluan sekalian cuci mata. Setelah berjalan kaki cukup jauh dari hotel kami menginap, kami menemukan sebuah supermarket besar. Saya dan teman-teman masuk toko dan mengambil keranjang, lalu mencari sesuatu. Saya mengambil beberapa item barang dan memasukkan di keranjang yang saya bawa. Teman-teman lain juga begitu. Karena saya bisa berbahasa Inggris, maka sayalah yang menjadi pemimpin tim.

Setelah sekitar 40 menit di dalam toko, saya beri aba-aba kepada kawan-kawan agar segera menuju kasir. Saya pada deretan pertama. Ketika saya sampai ke kasir, kasir menanyakan sesuatu dalam bahasa Korea, tentu saja saya tidak bisa jawab. Saya bilang sama sang kasir, “Sorry, we are from Indonesia, cannot speak Korea.” Lalu, si cewek itu bilang sepatah kalimat “Are You member?” Saya termenung, lalu berpikir cepat, apakah kalau bukan member tidak bisa belanja di sini. “No,” jawab saya. Celakanya saya tidak bisa bertransaksi alias gagal belanja. Untung ada bapak jangkung yang antri di belakang saya. Dalam bahasa Inggris dia bilang “Tidak apa, kalian pakai member saya saja.” Lalu si bapak maju ke depan kasir menyerahkan kartu anggota ke si kasir, kemudian beliau mempersilahkan kami bayar sesuai antrian. Jadilah kami berbelanja menggunakan kartu tersebut. Usai bayar, saya mengucapkan terima kasih kepada si jangkung tadi.

Karena saya di urutan pertama, maka saya menunggu kawan-kawan yang sedang menyelesaikan belanjanya. Ada seorang petugas toko di dekat saya. Saya tanya dia, mengapa kami tidak bisa belanja di sini? Baru saya tahu petugas itu bilang bahwa toko ini adalah toko koperasi. Hanya mereka yang memegang kartu anggota koperasi yang bisa belanja. Tanpa kartu anggota transaksi tidak dapat diproses. Keren…. pikir saya, apa kita di Indonesia tidak bisa buat koperasi sehebat ini dengan para anggota yang bermental koperasi sejati. Sampai hari ini saya bermimpi memiliki koperasi konsumsi yang mengelola supermarket berbasis anggota yang kuat. Tahun 2013, saya dan teman-teman membuka toko koperasi di bawah Koperasi Konsumsi K-52 di Sekadau dan Sintang. Ukuranya masih kecil. Saya menginginkan yang lebih besar kelak di Pontianak.

Gerakan Koperasi Sektor Riil baru dimulai. Masih pada tahap belajar, mencari ilmu dan mencari kawan. Jika ide ini terus tertanam dalam pikiran, maka cepat atau lambat pasti akan terealisasi, karena saya percaya dengan kerja pikiranbahwa pikiran dan hasil saling tarik secara alamiah.

Berbicara koperasi sektor riil, sektor riil luas sekali cakupan. Bisa dibagi tiga kawasan besar, yakni hulu, tengah, dan hilir. Semuanya bisa dikembangkan dan menjadi area bisnis yang menantang. Sektor riil adalah sektor yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi anggota. Sebagai contoh, CU Keling Kumang mengembangkan budidaya kakao bagi anggota. Di hulu adalah petani yang membudidayakan kakao. Untuk memenuhi kepentingan hulu ini, maka perlu disediakan bibit kakao yang unggul dan bersertipikasi, pendampingan budidaya kakao agar petani berhasil menanam kakao. Berikutnya tengah, di sinilah diperlukan KSR sebagai pengumpul buah-buah kakao. Biji kakao diproses agar siap jual.

Selanjutnya, KSR Kakao ini selain mengolah biji kakao agar siap jual juga mencari pasar kakao. Jadi, dengan menangani hulu, tengah, dan hilir, petani kakao dijamin buah kakao mereka pasti terjual. Di sinilah peran CU dan KSR menjadi begitu strategis bagi petani kakao. CU menyediakan kredit untuk budidaya kakao sedangkan KSR berfungsi sebagai pengumpul dan menemukan pasar. Petani pasti senang dan tata niaga kakao ini harus dikelola dengan sistem koperasi.

Munaldus