Seperti Apa CU di Masa Depan?

Peringatan dari Seorang Penerawang

Regulasi terhadap CU semakin tahun akan semakin ketat. Dan itu akan membuat CU harus berhati-hati dan selalu patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku. Mengapa bisa begitu? Karena beberapa koperasi berbendera KSP (Koperasi Simpan Pinjaman) menghadapi masalah dan gagal bayar. Akibatnya para anggota menjadi korban-namun terus terang saya meragukan kalau KSP-KSP yang gagal bayar itu benar-benar berbasis anggota seperti halnya KSP versi CU.

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Koperasi dan UKM RI, Bpk Teten Masduki, menekankan pada dua hal. Pertama, Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi harus ada. Kedua, KSP terutama KSP versi CU hendaknya melakukan spin-off (pemekaran). Apa hubungan kedua hal itu? Saya akan melakukan analisis (sumber: video di youtube ketika Pak Menteri Koperasi dan UKM membuka RAT PuskopCUINA, 2021).

Setahu saya belum ada satupun KSP versi CU yang menjaminkan simpanan anggotanya di Lembaga Penjamin Simpanan. Dan ini terus didengungkan. Pemerintah sedang dalam wacana membentuk lembaga Penjamin Simpanan Koperasi. Buktinya dalam UU No. 17 tahun 2012 sudah ada pasal tentang LPSK, walaupun kemudian UU itu dibatalkan di MK.

Ketika saya menjadi pengurus Inkopdit beberapa tahun lalu, pernah ada wacana CU menjaminkan simpanannya di LPS. Tapi tidak pernah direalisasikan, mengapa? Masalahnya LPS di bawah Kementerian Keuangan sementara CU di bawah Kementerian Koperasi dan UKM. Pun, menurut pandangan pak Elias Abat (alm), premi yang harus dibayarkan ke LPS terlalu tinggi, yang mungkin belum terjangkau oleh CU. Selain itu, ketika sebuah CU masuk LPS, maka LPS hanya akan meng-cover simpanan atau tabungan yang suku bunganya sesuai ketentuan BI Rate. Dan jelas-jelas, di CU, bunga simpanan unggulan yang rata-rata di atas BI rate tidak akan ter-cover. Hambatan itulah yang menyurutkan kami melanjutkan rencana tersebut.

Nah, andaikan kelak semua KSP harus menjaminkan simpanannya di LPSK (Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi), apakah ketentuannya seperti LPS perbankan? Kita belum tahu, terutama terkait penetapan suku bunga simpanan/tabungan.

Sekarang anggaplah semua CU menjaminkan simpanan anggota di LPSK dan suku bunga simpanan/tabungan harus sesuai BI rate, maka tidak ada lagi simpanan unggulan di CU. Perlu diketahui bahwa ada dua jenis simpanan di CU, jika dilihat dari suku bunga. Pertama, simpanan dengan suku bunga di atas inflasi dan itu yang diberi nama simpanan unggulan. Simpanan unggulan itu adalah bentuk simpanan investasi. Menurut konsep financial literacy, simpanan dan investasi itu beda. Investasi mengutamakan return (hasil) dalam bentuk bunga yang di atas tingkat inflasi. Sedangkan simpanan yang tidak mengharapkan return (hasil) adalah simpanan yang suku bunganya di bawah inflasi. Ketika bunga simpanan di atas inflasi, maka selisih persentase bunga dikurangi laju inflasi itulah return yang didapat. Sebaliknya apabila bunga simpanan di bawah tingkat inflasi, maka sesungguhnya tidak ada return, karena sudah dimakan inflasi. Itulah konsep orang CU dalam menentukan suku bunga simpanan atau tabungan di CU.

Hari ini, para anggota giat menabung karena ada simpanan unggulan yang suku bunganya di atas inflasi, katakanlah 9% p.a. Gegara itulah, salah satu materi pendidikan dasar paling favorit selalu disampaikan yaitu Prospek Tabungan. Lalu, apa yang terjadi kalau simpanan unggulan itu kelak tidak ada karena regulasi menuntut begitu?

Bersamaan dengan wacana LPSK, muncul himbauan dari pihak Kementerian Koperasi dan UKM RI agar CU melakukan spin-off atau pemekaran koperasi. Apa maksudnya? Himbauan ini sebenarnya menyiratkan agar pinjaman anggota lebih diutamakan pada pinjaman produktif, bukan konsumtif. Sektor riil harus dikembangkan melalui pinjaman produktif tersebut. Nah, ketika ini direalisasikan, maka para anggota diberdayakan baik secara kelompok maupun mandiri. Pemberdayaan ekonomi anggota secara kelompok melalui SHG (Self-Help Group) sedangkan pemberdayaan ekonomi anggota secara individu melalui SHI (Self-Help Individual). Berdasarkan pengalaman selama ini, ketika SHG dan SHI dilakukan secara masif, maka kehadiran Koperasi Sektor Riil (KSR) sangat dibutuhkan sebagai bentuk layanan non-keuangan kepada anggota. Jadi himbauan agar CU melakukan pemekaran (spin-off) sesuatu yang masuk akal.

Baik CU-yang menyediakan layanan keuangan dan KSR-yang menyediakan layanan non-keuangan kepada anggota, keduanya harus didukung dengan sistem digitalisasi layanan yang bagus. Dari sini kelak akan terjadi pergeseran loyalitas anggota, dari motivasi ber-CU karena bunga simpanan unggulan yang tinggi (di atas inflasi) ke kemudahan bertransaksi melalui sistem digitalisasi layanan keuangan. Melalui layanan 24 jam via ATM dan transaksi mobile, juga kalau ada market place, CU hanya akan menjadi sarana lalu lintas uang. Uang masuk dan keluar begitu mudah. Kenyamanan layanan keuangan itulah yang kemudian menjadi keunggulan di CU dan KSR. Hal itu sudah terasa sejak CU meluncurkan layanan transaksi mobile.

Anggota tidak lagi menganggap CU sebagai tempat berinvestasi. Lah, kelak dimana mereka berinvestasi? Tidak lain di SHG dan SHI. Mereka berinvestasi di sektor perkebunan, peternakan, perikanan, dsb. Para anggota didorong untuk menjadi wirausahawan sosial (social entrepreneur). Dan itulah yang paling diharapkan oleh CU. Jiwa enteprener anggota harus terus meningkat. Jika anggota mau sejahtera, lewat cara itulah satu-satunya jalan, menjadi investor atau pengusaha.

Saya beri contoh. Ada seseorang yang berkebun durian musang king sebanyak 40 pohon. Ketika durian itu berbuah, penjualan buah durian musang king bisa mencapai Rp 200 juta. Bukankah itu investasi yang menggiurkan? Sekarang saya berkebun durian musang king, 100 pohon. Apa yang terjadi kelak? Juga saya berkebun serai wangi 10.000 pohon. Daun serai wangi akan disuling dan menghasilkan minyak atsiri. Dalam pandangan saya kalau kita punya lahan 1-3 ha dan dikelola dengan bagus, ada potensi kita punya uang, bukankah begitu?

Kalau anggota mau pinjam di CU apakah CU tidak kekurangan modal? Itu tergantung dari ketrampilan pengelolaan keuangan atau pengelolaan dana yang dimobilisasi dari anggota. Skenario yang paling mungkin adalah menggunakan sistem deposit. Misalnya, seorang anggota mengajukan pinjaman Rp 20 juta, maka ybs harus punya simpanan di CU, sebagai deposit, 40% nya atau Rp 8 juta. Pinjaman sebesar simpanan sudah tidak menarik lagi, karena prospek tabungan sudah tidak lagi menarik. Yang menarik adalah berinvestasi di sektor riil, buka usaha di sektor perkebunan, perikanan, peternakan dengan dampingan dari pihak CU. Jadi, CU harus punya aktivis andal dan ahli dalam berbagai sektor bisnis. Untuk itu, para sarjana lulusan fakultas pertanian, perkebunan, wirausaha, agroteknologi, rekayasa komputer menjadi penting.***

Ptk, 9/9/ 2021

Munaldus

Founder Puskhat