Tata Cara Pemilihan GM/CEO di CU Besar
Dalam masa 10 tahun terakhir, saya melihat banyak CU yang dari berjalan tertatih-tatih dan akhirnya menemukan “akar emasnya” lalu menjadi besar. Katakanlah anggota di atas 50.000 orang dan aset mencapai di atas setengah T. Dan dalam 10 tahun yang akan datang, jika tren ini terus terjadi, maka kita akan biasa menemukan CU beranggotakan ratusan ribu dan aset di atas 1 T. Tapi itu masih pengandaian saja. Karena dampak regulasi yang semakin ketat, tidakkah CU tergoda untuk keluar dari Ideologi Koperasi dan menjadi LKM (Lembaga Keuangan Mikro), berakar dari Open Loop, atau berubah menjadi bank, misalnya BPR?
Saya bicara ke akarnya dulu: People vs System. People berarti orang. Di CU, orang (people) berarti PPS (Pengurus, Pengawas, Staf) dan anggota. Itu komponen “people” yang membentuk CU.
Terus, apa itu System? System adalah suatu rangkaian elemen yang saling berinteraksi, terstruktur, dan terkoordinasi dalam CU untuk mencapai tujuan bersama, yaitu pelayanan keuangan berbasis koperasi yang berkelanjutan dan menyejahterakan anggota. “Apa saja komponen dari System?”
- Sistem Keanggotaan – Proses pendaftaran, pendidikan anggota, keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
- Sistem Keuangan – Pengelolaan simpanan, pinjaman, dana cadangan, serta laporan keuangan yang transparan.
- Sistem Manajemen & Tata Kelola – Struktur organisasi, peran pengurus & pengelola, serta mekanisme pengambilan keputusan.
- Sistem Teknologi & Operasional – Penggunaan sistem digital (core banking CU), aplikasi mobile, dan sistem administrasi internal.
- Sistem Regulasi & Kepatuhan – Penerapan standar akuntansi, peraturan koperasi, serta pengawasan oleh otoritas dan internal CU.
- Sistem Pendidikan & Pemberdayaan – Pelatihan bagi anggota, karyawan, dan pengurus untuk meningkatkan literasi keuangan dan kepemimpinan.
Untuk menyederhanakan konsep People vs System ini saya mengibaratkan People sebagai Benih dan System sebagai Lahan. Secara logika, seperti ini:
PEOPLE (BENIH) | SYSTEM (LAHAN) | HASIL |
BAGUS | BAGUS | BAGUS |
BAGUS | JELEK | JELEK |
JELEK | BAGUS | JELEK |
JELEK | JELEK | JELEK |
Anda setuju dengan analogi Benih vs Lahan di atas dalam konteks CU? Jika ya, mari kita lanjut. Tidak ada pilihan jika CU mau terus besar dan berkelanjutan, maka People vs System harus sama-sama bagus. Apakah mudah itu dikelola atau diperjuangkan?
Lihat hasil riset selama 2 tahun yang dilakukan oleh para peneliti dari ICA (International Cooperative Alliance) yang dipresentasikan pada ICA Global Cooperative Conference pada November 2024 di New Delhi, India. Menurut hasil riset ini:
Semakin besar koperasi, semakin menjauh koperasi itu menyimpang dari Identitas Koperasi. Temuan lain yang juga semakin parah, bahwa semakin tinggi posisi seseorang di koperasi, misalnya Ketua dan GM/CEO, semakin banyak terjadi penyimpangan dari Identitas koperasi. Berarti koperasi-koperasi besar mungkin juga tidak dapat bertahan lama. Misalnya kita membaca di media online, ada beberapa koperasi, juga CU, tersangkut kasus hukum karena fraud, penggelapan uang, abuse of power (penyalahgunaan wewenang), dan moral hazard (situasi di mana seseorang atau pihak di CU (PPS) mengambil risiko lebih besar karena mereka tidak menanggung sepenuhnya konsekuensi dari risiko tersebut). Lalu bagaimana kita bersikap terhadap hasil riset ini?
Dulu secara teori, Kepengurusan CU terdiri atas Dewan Pimpinan dan Pengawas. Tetapi dalam praktek istilah Dewan Pimpinan mulai hilang dan diganti Pengurus. Kalau dibaca pada literatur awal tahun 1980-an yang dikeluarkan BK3I (belum ada Inkopdit), pengertian dewan dalam Dewan Pimpinan berarti sekelompok orang yang memimpin CU secara kolegial (bersifat kolektif). Apakah dalam kenyataannya seperti itu? Saya tidak punya data hasil riset. Tetapi semakin besar CU, kekuasaan semakin besar pada Ketua dan GM/CEO. Nah, abuse of power atau moral hazard yang terjadi yang menjadi tren hari ini dan sangat merugikan CU (baca: Anggota) ada di aspek ini. Mengapa itu bisa terjadi? Karena merasa berkuasa dan memiliki gengsi atau status yang tinggi, sifat kolegial hilang, motivasi berubah, menyimpang dari misi. Kata pak Mahfud MD dalam suatu kesempatan, orang yang berkuasa cenderung korup (tidak jujur, rusak, atau menyimpang dari nilai moral dan etika). Ketua bisa saja kongkalikong (bersekongkol) dengan GM/CEO karena sama-sama punya kuasa dan kepentingan terselubung. Kalau kondisi ini sudah menjadi kebiasaan dan tradisi, maka benar penyimpangan dari Identitas (Ideologi) koperasi sudah terang benderang. Dan kondisi ini akan benar-benar mengancam eksistensi CU.
Coba kita belajar dari koperasi AMUL (Anand Milk Union Limited) di kota Anand, Provinsi Gujarat, India yang berdiri pada tahun 1946 dan masih sangat eksis sampai sekarang. Hari ini anggota AMUL berjumlah 3,64 juta orang dan aset sekitar USD 7,3 miliar. Apa rahasianya? Lihat sejarahnya.
Ide AMUL datang dari seorang tokoh bernama Tribhuvandas Patel. Beliaulah yang menjadi ketua pertama AMUL. Namun, kesuksesan dan pertumbuhan besar AMUL banyak dipengaruhi oleh Dr. Verghese Kurien. Ia dikenal sebagai “Bapak Revolusi Putih di India.” Dr. Kurien memainkan peran kunci dalam mengembangkan model koperasi susu yang efisien, yang kemudian menginspirasi pengelolaan industri susu di seluruh dunia. Kita lihat, kedua tokoh ini sama-sama tokoh yang visoner. Kurien sudah bergelar doktor (S3) ketika menjadi CEO AMUL. Apa yang bisa kita pelajari? Ketua dan CEO sama-sama seorang yang intelek, visioner dan punya integritas. Itu sebabnya mereka membuat sejarah.
Lalu, bagaimana CU-CU besar memiliki ketua dan CEO yang sekelas AMUL? Inilah usulan saya.
Calon CEO minimal sudah delapan tahun berada di CU. Ini seperti yang diatur dalam Kerangka Tata Kelola CU yang dikeluarkan oleh ACCU. Syarat pendidikan, minimal S2, syukur kalau lulusan S3 (lihat di AMUL, CEO adalah lulusan S3). Punya rekam jejak yang bagus selama mengabdi di CU. Para kandidat CEO adalah yang sedang menempati posisi sebagai Kepala Departemen/sederajad atau wakil CEO, jika ada.
Terus bagaimana memilih seorang CEO? Sebuah Komite Pemilihan CEO dibentuk. Setelah seleksi administrasi yang ketat, sebaiknya 11 orang (mengapa 11 orang, bukan 12 orang seperti murid Yesus? Satu orang akan menjadi penghianat. Makanya cukup 11 orang saja) lulus ke tahap Orientasi dan Induksi (pembekalan). Pembekalaan CEO melalui Program Pendidikan yang bernama SEKOLAH CEO (satu sampai dua minggu). Kurikulum Sekolah CEO disusun sedemikian rupa sesuai KSA (Knowledge, Skills, and Attitude) seorang CEO.
Pemilihan CEO oleh senat (majelis tinggi) seperti pemilihan dekan Fakultas atau rektor Universitas. Dekan dipilih oleh senat fakultas dan rektor dipilih oleh senat Universitas. Lalu, siapakah Senat di CU? Tidak lain, Pengurus, Pengawas, Kadep yang tidak mencalonkan diri, dan semua Manajer Area (atau Manajer Kantor Cabang, jika belum ada Manager Area). Bagaimana tata cara pemilihan seorang CEO? Kita adopsi cara pemilihan Paus di Vatikan. Ini adalah organisasi yang usianya sudah 2.000 tahun, layak diadopsi.
Senat dikarantina di sebuah ruangan pemilihan. Diawali dengan doa bersama, Misa, misalnya. Tidak boleh ada akses komunikasi ke dunia luar. Mereka memilih salah satu (misalnya ada 11 calon CEO) beberapa ronde sampai tercapai satu kandidat yang memperoleh suara 50% + 1. Jika itu terjadi, maka ditemukanlah seorang CEO baru. Apakah anda akan mencoba cara ini di CU anda? Kita tidak berharap Pengurus CU (si CEO) justru membuat CU kurus, kacau atau rusak. Bagaimana? ***
4/3/2025
Munaldus
Penasehat